Senin, 06 Mei 2013

UNFORGETABLE [ PART 1 FULL}


Unforgetable

                Yoora berlari menyusuri lorong-lorong stasiun kereta api. Sementara kakinya terus berpacu, Yoora berpikir. Ia sendiri tak yakin kenapa ia ikut-ikutan berlari dari kejaran orang tidak jelas yang bahkan tidak dikenalnya. Insting manusia yang membuatnya spontan berlari ketika beberapa saat yang lalu dilihatnya seorang pria yang berlari secepat kilat diikuti segerombolan orang yang terlihat seperti preman jalan berwajah beringas mendekatinya. Pria itu sempat menatap Yoora dan meraih tangannya sekilas, dan hal itu membuat naluri Yoora merasa ikut terancam. Tanpa sadar Yoora berlari dari kejaran gerombolan preman yang jumlahnya cukup banyak. “Sini”, Yoora merasa tubuhnya tertarik, sebuah tangan besar mengunci mulutnya. Yoora gemetar sontak memejamkan mata, ia takut, meringkuk, pasrah. Ia masih bisa mendengar derap kaki yang gaduh berkeliaran disekitarnya. Beberapa waktu kemudian, suasana mejadi hening. Langkah-langkah kaki itu mulai menjauh, hilang. Yoora masih saja memejamkan matanya.
Tangan yang sebelumnya membekapnya terlepas, tapi Yoora masih terpejam, ia mundur, berharap tembok dibelakangnya bisa bergeser sedikit banyak tapi itu mustahil. Yoora memalingkan mukanya masih terpejam. Ia tak bisa membayangkan preman apa yang sedang menyekapnya sekarang ini. Wajah brewokan, muka beringas, kumal, jelek, dan mengerikan, semua itu berkelebatan dibenaknya hingga membuatnya tak berani membuka celah matanya sedikitpun. Perasaan mencekam semakin menggerogoti batin Yoora saat tiba-tiba ia mendengar pria didepannya tertawa pelan, mirip berdesis. Bulu kuduk Yoora sertamerta berdiri begitu saja. Yoora menyilangkan kedua tangannya menutupi wajah dan tubuhnya sambil mengambil ancang-ancang ditempat sempit itu.
“Jangan! Jangan! Aku sama sekali tidak menggiurkan! Kadas, kudis, kurap, panu! Kolera!!”, Yoora sejenak berpkir, kira-kira penyakit kulit apasaja yang belum ia sebutkan. “Panuu…e….lepra….yah! apapun itu….aku mengidapnya!! Kalau kau tak mau tertular, PERGIII!!! JANGAN DEKATI AKUUU!!!!”, Yoora akhirnya berteriak, ia hampir frustasi membayangkan kalau hal yang ia lakukan sekarang tak cukup baik untuk melindungi nyawanya yang sedang terancam.
“Muaahahahahahahahaha”, Yoora bisa mendengar pria didepannya itu malah justru tertawa. Yoora bergidik heran sekaligus bertambah takut. Ia hampir menangis. “Yak!!”, seru pria itu kemudian. Ia menyentuh tangan Yoora dan menurunkannya. “Yoora~yah….kau lucu sekali…hfhfhfhfhf”, pria itu menahan tawanya, memandang yoora dengan mata menyipit dan mendekatkan wajahnya kearah gadis itu untuk melihat wajahnya lebih dekat.
Yoora mengerjap, ia membuka matanya perlahan dan menoleh. Ia terkejut, karena bukan tampang seorang pria brewokan bermata merah, dan bergigi taring yang ia dapati. Sama sekali. Sebagian hatinya menjerit lega, namun sebagian hatinya lagi masih dicekam ketakutan. Bisa saja kan, meski wajahnya tidak seram seperti yang ia bayangkan, tapi ternyata pria didepannya ini adalah tukang mutilasi yang berkedok wajah malaikat. Yoora memberanikan diri menatap pria dihadapannya. Sedikit mempraktekan ilmu psikologi yang ia dapat dari salah satu mata pelajaran dikuliahnya, ia menerka-nerka maksud jahat yang mungkin terkandung dimata laki-laki berpupil cokelat terang itu. 
“Kk…kau m..mau apa???”, tanya Yoora setengah berteriak saat pria itu justru makin mendekatkan wajahnya ke wajah Yoora. Hidung mancung pria itu hampir menyentuh hidung yoora, setengah inchi lagi. Yoora hampir menjerit, tapi kemudian ada sesuatu yang lain yang terlintas dikepalanya. Sesuatu yang terlambat untuk disadarinya. “Tu…tunggu!! Bagaimana kau tahu namaku?”, Yoora mendorong tubuh pria itu dengan telunjuknya, takut-takut.
Pria itu menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapih. “Bodoh”, ujar pria itu dan menempelkan telunjuknya tepat didahi Yoora. “Kau benar-benar tidak tahu? Atau pura-pura tidak tahu?”, Pria itu menghentakkan kedua telapak tangannya tepat dibelakang tembok yang Yoora sandari.
“A…apa??”, Yoora shock. Dugaannya tepat, pria ini berniat macam-macam dengannya. Ia merasa sebentar lagi nyawanya akan melayang ditangan pria ini. Dalam hati ia menyesali, seharusnya ia mengambil kursus beladiri untuk berjaga-jaga dari hal semacam ini. “Jj…jangaaan~ kumohon jangan perkosa aku!”, Yoora merengek, mulai terisak membayangkan hal yang paling mengerikan yang bisa terjadi pada dirinya. “Aku masih dibawah umur tuaaann~, lepaskan aku~”, Yoora mengatupkan kedua tangannya memohon-mohon. Masih dengan posisi yang terkancing ditembok. “Ambil saja uangku….a…atau ponselkkk~~ ku??”, Yoora mengerjap, ucapannya tertahan. Sama sekali tak mengira bibir pria itu kini menempel dibibirnya, beberapa detik. Sekilas, jantung yoora berdesir. Hanya beberapa detik itu cukup untuk membuat Yoora keringat dingin. Pria itu kini menatapnya, memegang dagu Yoora sambil menyeringai kejam. Yoora masih shock, ia tak begerak sedikitpun, sampai pria itu akan mulai menciumnya lagi, Yoora tersentak dan mengambil alih lagi kesadaran yang sempat hilang beberapa detik karna ciuman tadi.
“Gyaaaaaaaaaaahhh!!!!!”, Yoora berteriak histeris dan menampar pria itu. Sesuatu yang paling ekstrim yang mampu ia lakukan.
“Ya Tuhan! Teriakanmu itu~”, pria itu menggosok sebelah kupingnya yang berdenging. “Benar?? Kau tidak tahu aku??”, kini pria itu terlihat frustasi, mengacak rambutnya sendiri dan mengusap-usap pipinya yang panas. “AKU SUAMIMU!”.
What?????
*****
                Yoora berjalan cepat, emosinya meledak-ledak. Rasanya ia ingin menyambar sesuatu disekelilingnya dengan api. Ini tidak masuk akal!!! Sama sekali tidak masuk akal!!. Semua kata itu bergulung-gulung dikepalanya. Ia kesal, sangat kesal.
                “Yoora~yah! Tunggu!”, Pria itu masih mengejarnya. Yoora berhenti dan menoleh pada pria itu.
                “Diam!! Diam!! Diaaaammm!!!”, jerit Yoora. “Membuatku lari-larian dikejar preman! Menyekapku!! Menakutiku!! Menciumku!! Dan terakhir bilang kalau kau suamiku????!! INI GILAAA!!”, Yoora histeris, ia tak menghiraukan orang-orang yang lalu lalang disekitarnya terbelalak menatap mereka berdua. Dadanya kembang kempis menahan kesal. Tiba di tepi jalan, matanya mulai sibuk mencari taksi untuk secepatnya pergi dari tempat itu, dan yang terpenting pergi jauh-jauh dari pria -hidung belang-gila-kurangajar- tadi.
                “Kau mau kemana??”, pria itu berhasil menangkap pergelangan tangan Yoora saat ia hampir masuk ke dalam taksi.
                “Gyaaaahhh!! Lepaskan aku!!”, jeritnya. Sukses membuat sopir taksi yang akan ia naiki terbelalak dan melihat mereka berdua dengan heran.
                “Baiklah, akan kujelaskan!! Kau tenang dulu!!”, teriak laki-laki itu tak sabaran. Ia mendorong Yoora masuk kedalam taksi, diikuti olehnya. “Ajusshi, tolong abaikan pertengkaran suami istri ini. Antarkan kami ke daerah ini!”, Pria itu mengangsurkan sebuah kartu nama pada sopir taksi tersebut.
                “Kau mau apa?? Mau menculikku kemana??”, Yoora masih histeris, antara rasa takut dan kesal bercampur aduk dikepalanya.
                “Ya Tuhan! Bisa kan kau diam sebentar saja? Kita perlu orang ketiga untuk menyelesaikan ini”. Ia gemas setengah mati, ingin sekali rasanya mencubit gadis yang ia sebut sebagai istrinya ini. “Oh ya, aku lupa. Istriku ini belum tahu namaku. Aku….”, pria itu memberi jeda untuk mengambil nafas kemudian menyeringai seraya mengulurkan tangannya. “Park Yoochun, suami sah mu!!”.
*** ***
                Yoora bingung. terkejut mendapati kakeknya tengah duduk dihadapannya. Ia menatap kakek kesayangannya itu dalam-dalam.
                “Kakek?? Apa kakek dalang dibailik semua hal mengerikan hari ini?”, Yoora mengernyit memandangi kakeknya dan pria –kurangajar-- disampingnya secara bergantian.
Kakek terkekeh sambil melipat kacamata yang beberapa detik yang lalu masih bertengger dihidungnya. “Tidak sepenuhnya benar! Tidak semuanya!”, jawabnya tidak menghentikan tawanya, justru malah menambah intensitas tawanya.
                “Ya….ya, tidak sepenuhnya”, pria –kurangajar- itu ikut menimpalinya dengan raut wajah menyebalkan. Membuat yoora ingin melayangkan sepatunya dimuka si kurang ajar dan berharap agar heel nya yang panjang dan tajam itu mendarat di mata pria itu.
                “Maksud kakek apa????”, Yoora histeris, ia menghentak-hentakkan kakinya mirip anak kecil yang mengeluh kalau tidak diberikan es krim. “Tolong jelaskan!! Mana yang benar dan yang tidak benar!!”, Yoora menatap kakeknya mengancam. Ia meremat tas tak berdosa yang berada dipangkuannya.
                Kakek menghela nafas panjang, laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu berhenti tertawa karena melihat kekesalan yang bukan main-main dimata cucunya. “Hmmm, maafkan kakek sayang”, kakek menghela lagi nafasnya dan bergantian memandang pria disamping Yoora. “Park Yoochun dan kau, adalah suami istri”, Kakek mengatakannya dengan hati-hati. Dilihatnya Yoora masih menatapnya tak percaya.
                “Hey, kalau kau tak segera menutup mulutmu, aku yakin sebentar lagi lalat dan nyamuk akan bersarang disitu!”, ujar pria itu mengagetkan Yoora yang tak menyadari kalau mulutnya  menganga lebar saat kakek mengungkapkan hal yang masih sulit dicernanya.
                “Pp..pppp…Pasti kakek sedang bercanda kan??”, Yoora menatap kakeknya dengan mata yang makin melebar. Ia berharap kakeknya akan mengiyakan ucapannya dengan tiba-tiba berteriak ‘APRIL MOP!!’ saat ini. Tapi sekarang kan bukan bulan april??!!! Kakek menggelengkan kepalanya. “Bagaimana mungkin?? Aku bahkan samasekali tidak pernah mengenalnya!! Melangsungkan pernikahan dengannya juga TIDAK!!!”, Yoora berkeras.
                “Kakek hanya menuruti kemauanmu~”, ujar kakek.
                “Kemauan apa??? Yang mana maksud kakek??”, Yoora tak percaya, ia merasa tak pernah mengharapkan ini.
Kakek berdehem pelan. “Saat umurmu 5 tahun, kau merengek pada kakek untuk menikah dengannya”, kakek menunjuk yoochun dengan ujung jarinya. “Apa kau tidak ingat?? Saat itu bahkan kau menangis dan meraung-raung pada kakek saat dia pulang ke amerika”, tukas kakek.
Yoora terperangah, ia memutar ingatannya. Search engine dikepalanya sedang sibuk menyortir ingatan-ingatan masa kanak-kanaknya. Seketika bunyi ‘ting’ terdengar dikepalanya pertanda pencarian selesai, dan sekelebat ingatan tentang sesosok anak kecil laki-laki muncul. “I-ini tidak masuk akal kakek!! Bagaimana mungkin kakek mengabulkan permintaan seorang anak kecil?”, Yoora merengek manja. “Park chun!....Park kuchan?!...Dakochan!! siapapun namanya…”, teriak Yoora dan melemparkan tatapan menghujam pada Yoochun. “si brengsek ini!!! Dia hanya sekelumit ingatan masa lalu yang sudah kadaluarsa! Demi apapun, aku pasti khilaf memintanya saat itu!!”, Yoora melipat keduatangan didadanya dengan kesal. Ia menggembung-gembungkan pipi dan memalingkan wajahnya tak suka. Untuk saat ini ia tak sudi memandang kakeknya sendiri, terlebih orang brengsek disampingnya.
“Meski kau meniup pipimu sampai meletus, ataupun menghentak-hentakkan kakimu kelantai sampai jebol….kenyataannya kau dan aku sudah SAH suami istri!”, tandas Yoochun ikut sebal. Ia menekankan suku kata SAH dengan jelas. Lalu pria itu mengeluarkan map biru dan membukanya. “Kau lihat ini?? Ini surat pendaftaran pernikahan kita. Sooo….we’ve got married~”, Yoochun menyeringai, dan itu nampak sangat kejam bagi Yoora.
“Kakeeeekkk~”, kali ini Yoora menangis. Rupanya luapan rasa kekesalan yang dari tadi ditahannya akhirnya berbuah buliran airmata yang kini terus menerus berantai keluar dari pelupuk matanya. Kakek melihat Yoora dengan pandangan tak tega, tapi beliau menahan dirinya untuk tidak pergi memeluk cucunya. Dengan penuh isyarat kakek malah menatap Yoochun. Yoochun mengangguk kikuk, tapi kemudian ia meringis, ia juga merasa sedikit bersalah rupanya.

*** ****
Yoora masih menghentakkan tubuhnya kesal saat berjalan memasuki apartement yang sudah disediakan kakek untuknya dan –suaminya—Yoochun. Ia hampir saja kabur, kalau saja ia tak ingat perkataan kakeknya beberapa waktu yang lalu. Semua kartu kredit, mobil, tabungan telah disita oleh kakek. Dan jika Yoora tetap berniat kabur, “Kau akan menemukan mayatku tergantung dirumah! Apa kau senang?”, Yoora bergidik mengingatnya. Hanya kakek satu-satunya yang ia miliki. Ia tak berani menanggung resiko, atau bahkan membayangkan kakek akan meninggalkannya.
“Yeoboya~ kau mau mandi??”, terdengar teriakan Yoochun, cukup untuk menyadarkan Yoora dari aktivitas melamunnya. Yoora mengerjap, dan mendapati Yoochun baru saja muncul dari daun pintu dengan handuk melingkar dilehernya.
“Berhenti memanggilku yeobo!! Bulu romaku berdiri!”, Yoora menggeliat risih sambil menepuk-nepuk tangannya sendiri dan mengusap-usap tengkuknya.
“Why??? Bukankah itu wajar?? Kita suami istri you know~”, Yoochun terdengar meledek dengan aksen amerika-korea-nya. Laki-laki itu kemudian berjalan mendekati Yoora dan menggapai bahu gadis itu.
“Do not TOUCH me!!!”, Yoora mengibas geram, tak mau kalah. Ia menatap Yoochun tajam, lurus-lurus. “Aku sedang bertegangan tinggi!”, gertak Yoora sembari mundur menjauh dengan menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Yoochun tergelak, ia sudah berusaha menahan tawanya. “Apa kau tahu?? Hmmphh…kkkkkk~…..saat kau bilang begitu tadi ada tanduk merah muncul dikepalamu!”, Yoochun memegangi perutnya dan terus tertawa dengan wajah memerah. Tanpa Yoora sadari semburat merah muncul di pipinya sendiri. Ia malu. Tak ingin lagi berdebat, Yoora memilih berjalan pergi meninggalkan Yoochun dikamar. Masih tertawa.
---
                “Yak, Jung Yoora!!”, teriak Yoochun. Yoora menggosok telinganya sebal.
                “Kenapa sih? Kau sukkaaa sekali berteriak??”, balas yoora.
                Yoochun meringis dan melembutkan tatapannya pada Yoora. “Ok, maafkan aku. Sekarang…..kumohon kau makan…yeobooo~”, Yoochun berusaha tersenyum semanis mungkin dan menyipitkan matanya. Yoora hanya memandang Yoochun jengah tanpa sekalipun bergerak untuk menyendok makanannya. Yoochun menarik nafas dalam-dalam. Ia berdiri dan mengangkat kursinya sendiri, beralih untuk mensejajari tempat duduk Yoora. Gadis itu terbelalak memperhatikan Yoochun. Ia tak sempat membuka mulutnya untuk protes, dilihatnya Yoochun menyendokkan nasi dari mangkuknya dan mengarahkan kemulut Yoora.
                “Aaaaa~”, Yoochun bersikap bak nanny. Tapi Yoora masih membungkam mulutnya rapat-rapat. “Aaaaaaaaaa~”, Yoochun mengulanginya. Yoora menggeleng dan menatap Yoochun tajam. Yoochun hampir menyerah, tapi secercah cahaya muncul dibenaknya. Suatu ide yang menggiurkan. Yoora mengerutkan alisnya. Ia menyadari, Yoochun kelihatannya tidak menyerah, karena pria itu sekarang tengah menatapnya sambil menyeringai sinis. “Yeobo~….”, Suara Yoochun lembut dibuat-buat, tatapan matanya seolah sayu, menatap nakal menghujam manik mata Yoora. “Kau….pilih makan?…atau kucium??”, suara Yoochun mirip berdesah, menggoda iman, jemari Yoochun hendak menyentuh pipi halus Yoora. Yoora terbelalak, menahan nafasnya. Tubuhnya mendadak kaku.
                “Tt-t—k—a--aku makan!!!”, Yoora secepat kilat merebut sendok dari tangan Yoochun dan mulai melahap nasi dimangkuknya sambil menunduk. Gadis itu merutuki Yoochun dan dirinya sendiri dalam hati. Bagaimana mungkin kejadian sepele seperti tadi membuat sesuatu bergejolak didadanya tanpa ia inginkan?? Yoochun menyeringai lebar, hatinya bersorak kegirangan menyadari kelemahan istrinya ini.
                “Pelan-pelan~”, Yoochun terkesima melihat Yoora mendadak kalap menghabisi makanannya.
                Yoora bergegas menuju kamarnya untuk segera tidur dan berharap bangun dengan keadaan normal. Ia hendak menutup pintunya ketika Yoochun mendorongnya dengan sengaja melewati pintu sambil membawa bantal dipelukannya.
                “Kau!!! Mau kemana??”, gertak Yoora panik.
                “Hmmh?? Kemana lagi? Aku kan mau tidur~”, jawab Yoochun santai dengan mata sayu, nyaris mengantuk. Yoochun berjalan dengan pasti kearah tempat tidur dan hampir merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
                “Yaaaak!! Berhenti disitu!!!”, Yoora semakin panik. Yoochun berhenti dan menoleh. “K..kau? tidak bermaksud untuk tidur sekamar denganku kk-kan?”, Tanya Yoora ragu.
                “Apa maksudmu? Bukankah kita suami istri?”, Yoochun melengos tak berniat berdebat karena rasa kantuk yang mulai menjalar dimatanya. Ia menaruh bantalnya dan membanting tubuhnya seraya memejamkan mata sambil berdesah. “hhhh, hmmm…..tidurlah, malam ini aku tidak akan menyentuhmu….”, yoochun membalikkan badannya dan beberapa detk kemudian terdengar dengkuran halus.
                Yoora terperangah, ia kesal. Umpatan-umpatan yang siap terlontar dari mulutnya tertelan begitu saja. Gadis itu berkali-kali menghentakkan kakinya mondar mandir dengan pandangan yang terus tertuju dipunggung yoochun. Sepanjang itu juga Yoora terus mengutuk kakeknya. Apartemen sebesar ini bagaimana mungkin hanya ada satu kamar tidur yang tersedia. Sebenarnya banyak cara untuk tidur bisa tidur malam ini. Yoora bisa saja menggelar futon dibawah, atau menghabiskan waktu tidurnya diatas sofa. Bukan ide yang buruk. Tapi tidak bagi gadis keras kepala ini, harga dirinya tercoreng. Bagaimana mungkin ia menggelar futon untuk tidur sedangkan pria brengsek itu tidur dengan nyenyak, empuk, dan hangat diatas sana.
TO BE CONTINUE
MOHON UNTUK TIDAK MEMPLAGIAT KARYA INI !!!!!!
Hargailah imajinasi yang meletup-letup dari kepala saya ini :)
I hope there is no SILENT READER..... :)
Happy for leave comment please.... so i can continue to the next part
감사합니다~~~ :*