Unforgetable
Yoora
berlari menyusuri lorong-lorong stasiun kereta api. Sementara kakinya terus
berpacu, Yoora berpikir. Ia sendiri tak yakin kenapa ia ikut-ikutan berlari
dari kejaran orang tidak jelas yang bahkan tidak dikenalnya. Insting manusia
yang membuatnya spontan berlari ketika beberapa saat yang lalu dilihatnya
seorang pria yang berlari secepat kilat diikuti segerombolan orang yang
terlihat seperti preman jalan berwajah beringas mendekatinya. Pria itu sempat menatap
Yoora dan meraih tangannya sekilas, dan hal itu membuat naluri Yoora merasa
ikut terancam. Tanpa sadar Yoora berlari dari kejaran gerombolan preman yang
jumlahnya cukup banyak. “Sini”, Yoora merasa tubuhnya tertarik, sebuah tangan
besar mengunci mulutnya. Yoora gemetar sontak memejamkan mata, ia takut,
meringkuk, pasrah. Ia masih bisa mendengar derap kaki yang gaduh berkeliaran
disekitarnya. Beberapa waktu kemudian, suasana mejadi hening. Langkah-langkah
kaki itu mulai menjauh, hilang. Yoora masih saja memejamkan matanya.
Tangan yang
sebelumnya membekapnya terlepas, tapi Yoora masih terpejam, ia mundur, berharap
tembok dibelakangnya bisa bergeser sedikit banyak tapi itu mustahil. Yoora
memalingkan mukanya masih terpejam. Ia tak bisa membayangkan preman apa yang
sedang menyekapnya sekarang ini. Wajah brewokan, muka beringas, kumal, jelek, dan
mengerikan, semua itu berkelebatan dibenaknya hingga membuatnya tak berani
membuka celah matanya sedikitpun. Perasaan mencekam semakin menggerogoti batin
Yoora saat tiba-tiba ia mendengar pria didepannya tertawa pelan, mirip
berdesis. Bulu kuduk Yoora sertamerta berdiri begitu saja. Yoora menyilangkan
kedua tangannya menutupi wajah dan tubuhnya sambil mengambil ancang-ancang
ditempat sempit itu.
“Jangan! Jangan!
Aku sama sekali tidak menggiurkan! Kadas, kudis, kurap, panu! Kolera!!”, Yoora
sejenak berpkir, kira-kira penyakit kulit apasaja yang belum ia sebutkan.
“Panuu…e….lepra….yah! apapun itu….aku mengidapnya!! Kalau kau tak mau tertular,
PERGIII!!! JANGAN DEKATI AKUUU!!!!”, Yoora akhirnya berteriak, ia hampir
frustasi membayangkan kalau hal yang ia lakukan sekarang tak cukup baik untuk
melindungi nyawanya yang sedang terancam.
“Muaahahahahahahahaha”,
Yoora bisa mendengar pria didepannya itu malah justru tertawa. Yoora bergidik
heran sekaligus bertambah takut. Ia hampir menangis. “Yak!!”, seru pria itu
kemudian. Ia menyentuh tangan Yoora dan menurunkannya. “Yoora~yah….kau lucu
sekali…hfhfhfhfhf”, pria itu menahan tawanya, memandang yoora dengan mata
menyipit dan mendekatkan wajahnya kearah gadis itu untuk melihat wajahnya lebih
dekat.
Yoora mengerjap,
ia membuka matanya perlahan dan menoleh. Ia terkejut, karena bukan tampang
seorang pria brewokan bermata merah, dan bergigi taring yang ia dapati. Sama
sekali. Sebagian hatinya menjerit lega, namun sebagian hatinya lagi masih
dicekam ketakutan. Bisa saja kan, meski wajahnya tidak seram seperti yang ia
bayangkan, tapi ternyata pria didepannya ini adalah tukang mutilasi yang
berkedok wajah malaikat. Yoora memberanikan diri menatap pria dihadapannya. Sedikit
mempraktekan ilmu psikologi yang ia dapat dari salah satu mata pelajaran
dikuliahnya, ia menerka-nerka maksud jahat yang mungkin terkandung dimata
laki-laki berpupil cokelat terang itu.
“Kk…kau m..mau
apa???”, tanya Yoora setengah berteriak saat pria itu justru makin mendekatkan
wajahnya ke wajah Yoora. Hidung mancung pria itu hampir menyentuh hidung yoora,
setengah inchi lagi. Yoora hampir menjerit, tapi kemudian ada sesuatu yang lain
yang terlintas dikepalanya. Sesuatu yang terlambat untuk disadarinya.
“Tu…tunggu!! Bagaimana kau tahu namaku?”, Yoora mendorong tubuh pria itu dengan
telunjuknya, takut-takut.
Pria itu
menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapih. “Bodoh”, ujar
pria itu dan menempelkan telunjuknya tepat didahi Yoora. “Kau benar-benar tidak
tahu? Atau pura-pura tidak tahu?”, Pria itu menghentakkan kedua telapak
tangannya tepat dibelakang tembok yang Yoora sandari.
“A…apa??”, Yoora
shock. Dugaannya tepat, pria ini berniat macam-macam dengannya. Ia merasa
sebentar lagi nyawanya akan melayang ditangan pria ini. Dalam hati ia
menyesali, seharusnya ia mengambil kursus beladiri untuk berjaga-jaga dari hal
semacam ini. “Jj…jangaaan~ kumohon jangan perkosa aku!”, Yoora merengek, mulai
terisak membayangkan hal yang paling mengerikan yang bisa terjadi pada dirinya.
“Aku masih dibawah umur tuaaann~, lepaskan aku~”, Yoora mengatupkan kedua
tangannya memohon-mohon. Masih dengan posisi yang terkancing ditembok. “Ambil
saja uangku….a…atau ponselkkk~~ ku??”, Yoora mengerjap, ucapannya tertahan.
Sama sekali tak mengira bibir pria itu kini menempel dibibirnya, beberapa
detik. Sekilas, jantung yoora berdesir. Hanya beberapa detik itu cukup untuk membuat
Yoora keringat dingin. Pria itu kini menatapnya, memegang dagu Yoora sambil
menyeringai kejam. Yoora masih shock, ia tak begerak sedikitpun, sampai pria
itu akan mulai menciumnya lagi, Yoora tersentak dan mengambil alih lagi
kesadaran yang sempat hilang beberapa detik karna ciuman tadi.
“Gyaaaaaaaaaaahhh!!!!!”,
Yoora berteriak histeris dan menampar pria itu. Sesuatu yang paling ekstrim
yang mampu ia lakukan.
“Ya Tuhan!
Teriakanmu itu~”, pria itu menggosok sebelah kupingnya yang berdenging.
“Benar?? Kau tidak tahu aku??”, kini pria itu terlihat frustasi, mengacak
rambutnya sendiri dan mengusap-usap pipinya yang panas. “AKU SUAMIMU!”.
What?????
*****
Yoora
berjalan cepat, emosinya meledak-ledak. Rasanya ia ingin menyambar sesuatu
disekelilingnya dengan api. Ini tidak
masuk akal!!! Sama sekali tidak masuk akal!!. Semua kata itu
bergulung-gulung dikepalanya. Ia kesal, sangat kesal.
“Yoora~yah!
Tunggu!”, Pria itu masih mengejarnya. Yoora berhenti dan menoleh pada pria itu.
“Diam!!
Diam!! Diaaaammm!!!”, jerit Yoora. “Membuatku lari-larian dikejar preman!
Menyekapku!! Menakutiku!! Menciumku!! Dan terakhir bilang kalau kau
suamiku????!! INI GILAAA!!”, Yoora histeris, ia tak menghiraukan orang-orang
yang lalu lalang disekitarnya terbelalak menatap mereka berdua. Dadanya kembang
kempis menahan kesal. Tiba di tepi jalan, matanya mulai sibuk mencari taksi
untuk secepatnya pergi dari tempat itu, dan yang terpenting pergi jauh-jauh
dari pria -hidung belang-gila-kurangajar- tadi.
“Kau
mau kemana??”, pria itu berhasil menangkap pergelangan tangan Yoora saat ia hampir
masuk ke dalam taksi.
“Gyaaaahhh!!
Lepaskan aku!!”, jeritnya. Sukses membuat sopir taksi yang akan ia naiki
terbelalak dan melihat mereka berdua dengan heran.
“Baiklah,
akan kujelaskan!! Kau tenang dulu!!”, teriak laki-laki itu tak sabaran. Ia
mendorong Yoora masuk kedalam taksi, diikuti olehnya. “Ajusshi, tolong abaikan
pertengkaran suami istri ini. Antarkan kami ke daerah ini!”, Pria itu
mengangsurkan sebuah kartu nama pada sopir taksi tersebut.
“Kau
mau apa?? Mau menculikku kemana??”, Yoora masih histeris, antara rasa takut dan
kesal bercampur aduk dikepalanya.
“Ya
Tuhan! Bisa kan kau diam sebentar saja? Kita perlu orang ketiga untuk
menyelesaikan ini”. Ia gemas setengah mati, ingin sekali rasanya mencubit gadis
yang ia sebut sebagai istrinya ini. “Oh ya, aku lupa. Istriku ini belum tahu
namaku. Aku….”, pria itu memberi jeda untuk mengambil nafas kemudian
menyeringai seraya mengulurkan tangannya. “Park Yoochun, suami sah mu!!”.
*** ***
Yoora
bingung. terkejut mendapati kakeknya tengah duduk dihadapannya. Ia menatap
kakek kesayangannya itu dalam-dalam.
“Kakek??
Apa kakek dalang dibailik semua hal mengerikan hari ini?”, Yoora mengernyit
memandangi kakeknya dan pria –kurangajar-- disampingnya secara bergantian.
Kakek terkekeh sambil melipat
kacamata yang beberapa detik yang lalu masih bertengger dihidungnya. “Tidak
sepenuhnya benar! Tidak semuanya!”, jawabnya tidak menghentikan tawanya, justru
malah menambah intensitas tawanya.
“Ya….ya,
tidak sepenuhnya”, pria –kurangajar- itu ikut menimpalinya dengan raut wajah
menyebalkan. Membuat yoora ingin melayangkan sepatunya dimuka si kurang ajar
dan berharap agar heel nya yang panjang dan tajam itu mendarat di mata pria
itu.
“Maksud
kakek apa????”, Yoora histeris, ia menghentak-hentakkan kakinya mirip anak
kecil yang mengeluh kalau tidak diberikan es krim. “Tolong jelaskan!! Mana yang
benar dan yang tidak benar!!”, Yoora menatap kakeknya mengancam. Ia meremat tas
tak berdosa yang berada dipangkuannya.
Kakek
menghela nafas panjang, laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu berhenti
tertawa karena melihat kekesalan yang bukan main-main dimata cucunya. “Hmmm,
maafkan kakek sayang”, kakek menghela lagi nafasnya dan bergantian memandang pria
disamping Yoora. “Park Yoochun dan kau, adalah suami istri”, Kakek
mengatakannya dengan hati-hati. Dilihatnya Yoora masih menatapnya tak percaya.
“Hey,
kalau kau tak segera menutup mulutmu, aku yakin sebentar lagi lalat dan nyamuk
akan bersarang disitu!”, ujar pria itu mengagetkan Yoora yang tak menyadari
kalau mulutnya menganga lebar saat kakek
mengungkapkan hal yang masih sulit dicernanya.
“Pp..pppp…Pasti
kakek sedang bercanda kan??”, Yoora menatap kakeknya dengan mata yang makin
melebar. Ia berharap kakeknya akan mengiyakan ucapannya dengan tiba-tiba
berteriak ‘APRIL MOP!!’ saat ini. Tapi sekarang kan bukan bulan april??!!!
Kakek menggelengkan kepalanya. “Bagaimana mungkin?? Aku bahkan samasekali tidak
pernah mengenalnya!! Melangsungkan pernikahan dengannya juga TIDAK!!!”, Yoora
berkeras.
“Kakek
hanya menuruti kemauanmu~”, ujar kakek.
“Kemauan
apa??? Yang mana maksud kakek??”, Yoora tak percaya, ia merasa tak pernah
mengharapkan ini.
Kakek berdehem
pelan. “Saat umurmu 5 tahun, kau merengek pada kakek untuk menikah dengannya”,
kakek menunjuk yoochun dengan ujung jarinya. “Apa kau tidak ingat?? Saat itu
bahkan kau menangis dan meraung-raung pada kakek saat dia pulang ke amerika”,
tukas kakek.
Yoora
terperangah, ia memutar ingatannya. Search engine dikepalanya sedang sibuk menyortir
ingatan-ingatan masa kanak-kanaknya. Seketika bunyi ‘ting’ terdengar dikepalanya pertanda pencarian selesai, dan
sekelebat ingatan tentang sesosok anak kecil laki-laki muncul. “I-ini tidak
masuk akal kakek!! Bagaimana mungkin kakek mengabulkan permintaan seorang anak
kecil?”, Yoora merengek manja. “Park chun!....Park kuchan?!...Dakochan!!
siapapun namanya…”, teriak Yoora dan melemparkan tatapan menghujam pada
Yoochun. “si brengsek ini!!! Dia hanya sekelumit ingatan masa lalu yang sudah
kadaluarsa! Demi apapun, aku pasti khilaf memintanya saat itu!!”, Yoora melipat
keduatangan didadanya dengan kesal. Ia menggembung-gembungkan pipi dan
memalingkan wajahnya tak suka. Untuk saat ini ia tak sudi memandang kakeknya
sendiri, terlebih orang brengsek disampingnya.
“Meski kau
meniup pipimu sampai meletus, ataupun menghentak-hentakkan kakimu kelantai
sampai jebol….kenyataannya kau dan aku sudah SAH suami istri!”, tandas Yoochun
ikut sebal. Ia menekankan suku kata SAH dengan jelas. Lalu pria itu
mengeluarkan map biru dan membukanya. “Kau lihat ini?? Ini surat pendaftaran
pernikahan kita. Sooo….we’ve got married~”, Yoochun menyeringai, dan itu nampak
sangat kejam bagi Yoora.
“Kakeeeekkk~”,
kali ini Yoora menangis. Rupanya luapan rasa kekesalan yang dari tadi
ditahannya akhirnya berbuah buliran airmata yang kini terus menerus berantai
keluar dari pelupuk matanya. Kakek melihat Yoora dengan pandangan tak tega,
tapi beliau menahan dirinya untuk tidak pergi memeluk cucunya. Dengan penuh
isyarat kakek malah menatap Yoochun. Yoochun mengangguk kikuk, tapi kemudian ia
meringis, ia juga merasa sedikit bersalah rupanya.
*** ****
Yoora masih
menghentakkan tubuhnya kesal saat berjalan memasuki apartement yang sudah
disediakan kakek untuknya dan –suaminya—Yoochun. Ia hampir saja kabur, kalau
saja ia tak ingat perkataan kakeknya beberapa waktu yang lalu. Semua kartu
kredit, mobil, tabungan telah disita oleh kakek. Dan jika Yoora tetap berniat
kabur, “Kau akan menemukan mayatku
tergantung dirumah! Apa kau senang?”, Yoora bergidik mengingatnya. Hanya
kakek satu-satunya yang ia miliki. Ia tak berani menanggung resiko, atau bahkan
membayangkan kakek akan meninggalkannya.
“Yeoboya~ kau
mau mandi??”, terdengar teriakan Yoochun, cukup untuk menyadarkan Yoora dari
aktivitas melamunnya. Yoora mengerjap, dan mendapati Yoochun baru saja muncul
dari daun pintu dengan handuk melingkar dilehernya.
“Berhenti
memanggilku yeobo!! Bulu romaku berdiri!”, Yoora menggeliat risih sambil
menepuk-nepuk tangannya sendiri dan mengusap-usap tengkuknya.
“Why??? Bukankah
itu wajar?? Kita suami istri you know~”, Yoochun terdengar meledek dengan aksen
amerika-korea-nya. Laki-laki itu kemudian berjalan mendekati Yoora dan
menggapai bahu gadis itu.
“Do not TOUCH
me!!!”, Yoora mengibas geram, tak mau kalah. Ia menatap Yoochun tajam, lurus-lurus.
“Aku sedang bertegangan tinggi!”, gertak Yoora sembari mundur menjauh dengan
menyilangkan kedua tangannya didepan dada.
Yoochun
tergelak, ia sudah berusaha menahan tawanya. “Apa kau tahu??
Hmmphh…kkkkkk~…..saat kau bilang begitu tadi ada tanduk merah muncul
dikepalamu!”, Yoochun memegangi perutnya dan terus tertawa dengan wajah memerah.
Tanpa Yoora sadari semburat merah muncul di pipinya sendiri. Ia malu. Tak ingin
lagi berdebat, Yoora memilih berjalan pergi meninggalkan Yoochun dikamar. Masih
tertawa.
---
“Yak,
Jung Yoora!!”, teriak Yoochun. Yoora menggosok telinganya sebal.
“Kenapa
sih? Kau sukkaaa sekali berteriak??”, balas yoora.
Yoochun
meringis dan melembutkan tatapannya pada Yoora. “Ok, maafkan aku.
Sekarang…..kumohon kau makan…yeobooo~”, Yoochun berusaha tersenyum semanis
mungkin dan menyipitkan matanya. Yoora hanya memandang Yoochun jengah tanpa
sekalipun bergerak untuk menyendok makanannya. Yoochun menarik nafas
dalam-dalam. Ia berdiri dan mengangkat kursinya sendiri, beralih untuk
mensejajari tempat duduk Yoora. Gadis itu terbelalak memperhatikan Yoochun. Ia
tak sempat membuka mulutnya untuk protes, dilihatnya Yoochun menyendokkan nasi
dari mangkuknya dan mengarahkan kemulut Yoora.
“Aaaaa~”,
Yoochun bersikap bak nanny. Tapi Yoora masih membungkam mulutnya rapat-rapat.
“Aaaaaaaaaa~”, Yoochun mengulanginya. Yoora menggeleng dan menatap Yoochun
tajam. Yoochun hampir menyerah, tapi secercah cahaya muncul dibenaknya. Suatu
ide yang menggiurkan. Yoora mengerutkan alisnya. Ia menyadari, Yoochun
kelihatannya tidak menyerah, karena pria itu sekarang tengah menatapnya sambil
menyeringai sinis. “Yeobo~….”, Suara Yoochun lembut dibuat-buat, tatapan
matanya seolah sayu, menatap nakal menghujam manik mata Yoora. “Kau….pilih
makan?…atau kucium??”, suara Yoochun mirip berdesah, menggoda iman, jemari
Yoochun hendak menyentuh pipi halus Yoora. Yoora terbelalak, menahan nafasnya.
Tubuhnya mendadak kaku.
“Tt-t—k—a--aku
makan!!!”, Yoora secepat kilat merebut sendok dari tangan Yoochun dan mulai
melahap nasi dimangkuknya sambil menunduk. Gadis itu merutuki Yoochun dan dirinya
sendiri dalam hati. Bagaimana mungkin kejadian sepele seperti tadi membuat
sesuatu bergejolak didadanya tanpa ia inginkan?? Yoochun menyeringai lebar,
hatinya bersorak kegirangan menyadari kelemahan istrinya ini.
“Pelan-pelan~”,
Yoochun terkesima melihat Yoora mendadak kalap menghabisi makanannya.
Yoora
bergegas menuju kamarnya untuk segera tidur dan berharap bangun dengan keadaan
normal. Ia hendak menutup pintunya ketika Yoochun mendorongnya dengan sengaja
melewati pintu sambil membawa bantal dipelukannya.
“Kau!!!
Mau kemana??”, gertak Yoora panik.
“Hmmh??
Kemana lagi? Aku kan mau tidur~”, jawab Yoochun santai dengan mata sayu, nyaris
mengantuk. Yoochun berjalan dengan pasti kearah tempat tidur dan hampir
merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
“Yaaaak!!
Berhenti disitu!!!”, Yoora semakin panik. Yoochun berhenti dan menoleh.
“K..kau? tidak bermaksud untuk tidur sekamar denganku kk-kan?”, Tanya Yoora
ragu.
“Apa
maksudmu? Bukankah kita suami istri?”, Yoochun melengos tak berniat berdebat
karena rasa kantuk yang mulai menjalar dimatanya. Ia menaruh bantalnya dan
membanting tubuhnya seraya memejamkan mata sambil berdesah. “hhhh,
hmmm…..tidurlah, malam ini aku tidak akan menyentuhmu….”, yoochun membalikkan
badannya dan beberapa detk kemudian terdengar dengkuran halus.
Yoora
terperangah, ia kesal. Umpatan-umpatan yang siap terlontar dari mulutnya
tertelan begitu saja. Gadis itu berkali-kali menghentakkan kakinya mondar
mandir dengan pandangan yang terus tertuju dipunggung yoochun. Sepanjang itu
juga Yoora terus mengutuk kakeknya. Apartemen
sebesar ini bagaimana mungkin hanya ada satu kamar tidur yang tersedia. Sebenarnya
banyak cara untuk tidur bisa tidur malam ini. Yoora bisa saja menggelar futon
dibawah, atau menghabiskan waktu tidurnya diatas sofa. Bukan ide yang buruk.
Tapi tidak bagi gadis keras kepala ini, harga dirinya tercoreng. Bagaimana
mungkin ia menggelar futon untuk tidur sedangkan pria brengsek itu tidur dengan
nyenyak, empuk, dan hangat diatas sana.
TO BE CONTINUE
MOHON UNTUK TIDAK MEMPLAGIAT KARYA INI !!!!!!
Hargailah imajinasi yang meletup-letup dari kepala saya ini :)
I hope there is no SILENT READER..... :)
Happy for leave comment please.... so i can continue to the next part
감사합니다~~~ :*
TO BE CONTINUE
MOHON UNTUK TIDAK MEMPLAGIAT KARYA INI !!!!!!
Hargailah imajinasi yang meletup-letup dari kepala saya ini :)
I hope there is no SILENT READER..... :)
Happy for leave comment please.... so i can continue to the next part
감사합니다~~~ :*
0 komentar:
Posting Komentar